Mengenal Desa Nusantara di Sumatera Barat Lebih Dekat

Sejarah desa Nusantara menuju desa ekologis.

Mengenal Desa Nusantara di Sumatera Barat Lebih Dekat

Desa Nusantara berada di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pada awalnya, daerah ini merupakan hutan gambut yang sangat luas dan dilalui oleh Sungai Sugihan. Sungai Sugihan sendiri merupakan salah satu anak Sungai Musi.

Sejarah Desa Nusantara

Pada tahun 1981, terdapat program transmigrasi yang menggunakan lokasi di wilayah hutan rawa gambut. Tender pembukaan lahan dan pembangunan kawasan program tersebut didapatkan oleh PT. Nusantara. Oleh karena, wilayah trans tersebut dinamakan Nusantara.

Warga desa Nusantara sendiri pada umumnya berasal dari Jawa Timur, yaitu Kediri, Madiun, Tulung Agung, Nganjuk, dan Mojokerto. Namun, pemukim pertama yang datang berasal dari Jawa Barat, yaitu Pandeglang dan Subang.

Di awal pemindahan, sekitar bulan September hingga Desember, terdapat wabah kolera yang menyerang warga trans yang mana mengakibatkan kematian setiap harinya. Warga berhasil beradaptasi dengan wabah tersebut ketika pemerintah menyediakan Puskesdas dan memberikan obat oralit kepada semua warga.

Pada tahun berikutnya, 1982, warga mulai belajar menanam padi dalam skala kecil menggunakan bibit yang mereka bawa dari Jawa. Ditahun yang sama, terdapat 242 ekor gajah Sumatera memasuki lahan warga dan terperangkap karena sebelumnya tempat tersebut merupakan habitan mereka.

Awalnya, gajah tersebut berencana untuk ditembak. Namun, kabar tersebut sampai ketelinga Presiden Soeharto melalui Emil Salim, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup pada saat itu. Presiden pun memerintah untuk melakukan aksi penggiringan ratusan satwa gajah Sumatera agar meninggalkan lokasi tersebut ke wilayah Lebong Hitam, Lampung. Aksi tersebut dinamakan Operasi Ganesha.

Pada tahun 1983–1984, petani mengalami gagal panen karena hama tikus, babi, kera, dan ulat yang menyerang padi-padi mereka. Ditambah lagi, lahan yang digunakan petani adalah lahan gambut. Seiring berjalannya waktu, warga pun berhasil mengembangkan pertanian diatas lahan gambut tersebut.

Pada tahun 2005, sawah warga tiba-tiba diklaim milik sebuah perusahaan HGU milik perusahaan sawit. PT SAML merupakan perusahaan yang mendapatkan izin prinsip 460/1998/BPN/26-27/2005 untuk menggarap lahan seluas 42 ribu hektar yang terletak di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan dan diubah menjadi perkebunan sawit. Desa Nusantara merupakan salah satu desa tersebut dan menjadi desa pertama yang menolak masuknya perusahaan tersebut di wilayah itu.

Pada tahun 2007, PT. SAML melakukan pembebasan lahan di 17 desa dan Nusantara menjadi satu-satunya desa yang menolak untuk membayar pembebasan lahan seluas 1200 hektar.

Pada tahun 2009, tiga orang petani dari desa Nusantara, yaitu Bapak Syaiful, Tursiman, dan Sukiman, menjadi tersangka atas pengaduan PT. SAML. Warga terus diusik perusahaan tersebut hingga tahun 2015 dan akhirnya pun berhenti karena warga selalu memberikan perlawanan secara konsisten.

“Kami ingin mengelola bukan jadi buruh. Merdeka atas tanah. Selain memenuhi kebutuhan kami, kami juga menyediakan pangan untuk orang lain”

- Warga Desa Nusantara -

Saat ini Desa Nusantara memiliki 28 gudang beras dan penggilingan padi. Jika produksi padi yang dihasilkan oleh desa Nusantara tetap stabil, hasil pertanian mampu memenuhi kebutuhan pangan padi sebanyak 41.509 jiwa tiap tahunnya (dengan kebutuhan 100 kg/jiwa/tahun).

Ketua Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) memiliki perhitungan sederhana mengenai alasan kengapa mereka menolak perusahaan sawit. Dengan menanam sawit, apalagi hanya sekedar mendapatkan upah harian untuk memelihara sawit perusahaan, upahnya tidak akan sepadan dengan keuntungan akan diperoleh ketika panen padi. Selain itu, dengan tetap menanam padi, ketahanan pangan yang akan terjaga dan mereka bisa terhindar dari krisis pangan disaat paceklik.

Luas wilayah persawahan di desa Nusantara mencapai 1.200 hektar, dimana sawah tersebut dikelola oleh 600 KK. Sawah tersebut mampu menghasilkan beras sekitar 3.700 kg/ha ( 3,7 Ton beras/ha) untuk setiap tahunnya.

Produksi Beras = 3.700 Kg/Ha x 1.200 Ha = 4.440.000 kg ( 4.400 Ton ).

Jika dikonversikan kemata uang maka penghasilan dari pertanian pangan di desa Nusantara sebanyak:

Rp.7000/kg ( Harga Beras ) x 4.440.000 kg = Rp.30.800.000.000,-

1 hektar sawah membutuhkan biaya produksi sebanyak 5 Juta Rupiah. Jika dihitung penghasilan setiap KK di desa Nusantara sebanyak:

Biaya Produksi 1 ha = 5.000.000/ha x 1.200 ha = Rp.6.000.000.000

Penghasilan bersih = Rp.30.800.000.000 – Rp.6.000.000.000 / 600 KK = Rp.41.400.000/KK untuk sekali panen.

Kalo dipikir-pikir nih ya, menjadi seorang transmigran aja sudah sulit. Kita harus beradaptasi ditempat baru yang dulunya adalah habitat hewan liar. Salah satu tujuan program transmigrasi adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat agar lebih sejahtera, kan? Selain itu, penyebaran penduduk pun menjadi lebih seimbang dari sebelumnya.


Terdapat satu masalah yang dialami petani di desa Nusantara ketika memilih untuk mempertahankan lahan sawah daripada perkebunan sawit, yaitu terdapat monopoli pada penjualan pestisida dan pupuk oleh salah satu warga yang sebenarnya beliau sedang berposisi sebagai Penyuluh Pertanian.

Seluruh gudang beras dan penggilingan adalah miliknya. Begitu juga warga membeli pupuk dan pestisida darinya. Dengan demikian, sejak awal penanaman pun petani sudah berhutang dengan orang tersebut.

Ketergantungan menjadi eksploitasi ketika yang bersangkutan menolak dibayar dengan uang untuk melunasi utang tersebut. Beliau meminta bagian dari padi yang dipanen sebagai pelunasan dari pupuk dan pestisida yang dipinjam diawal, juga minta bagian dari padi yang digiling di tempat penggilingannya.

Jika 1 hektar padi membutuhkan biaya 5 juta, maka 1200 hektar padi di Desa Nusantara membutuhkan biaya perawatan sebesar 6 milyar. Itu belum termasuk biaya panen yang sangat besar karena membutuhkan tenaga dari luar untuk memanen.

Di saat masa panen, biaya hidup pun meroket. Namun demikian, setimpang apapun situasi produksi padi di Nusantara, tetap lebih menjamin keberlangsungan hidup warga dibandingkan jika mereka melepas tanah kepada perusahaan sawit.

Alasan lain warga Nusantara tetap menolak hadirnya perusahaan sawit adalah ketika mereka melihat situasi yang dihadapi desa-desa lain disekitarnya yang sudah terlanjur melepaskan tanahnya untuk dijadikan areal perkebunan.

Desa-desa tersebut mengalami kesulitan ekonomi yang lebih parah. Pada musim paceklik, banyak desa-desa ditinggal oleh warga laki-laki yang mencari pekerjaan di luar. Sedangkan warga perempuan menjadi buruh harian perusahaan yang sudah harus berangkat ke lahan perusahaan sebelum matahari terbit untuk upah yang sangat rendah.

Selain menanam padi, warga pun ada yang menanam kopi Liberica, nanas, nangka, buah naga, jeruk kunci, cabe rawit, kebun karet, ternak kambing dan sapi, bahkan sampai memancing disamping rumah.

Dana Nusantara

Dana Nusantara merupakan sebuah program pendanaan yang dikembangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Bantuan pendanaan yang diberikan melalui program Dana Nusantara akan difokuskan pada masyarakat adat dan komunitas lokal yang memiliki akses terbatas terhadap sumber daya dan pendanaan, serta memiliki potensi untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Pada tahun 2022, program ini sudah diimplementasikan pada 12 lokasi WKR (Wilayah Kelola Rakyat). Alhamdulillah, Desa Nusantara terpilih menjadi penerima Dana Nusantara.

Apa yang akan Desa Nusantara Lakukan Kedepannya?

  1. Intervensi RP JMDES untuk kebutuhan organisasi.
  2. Membuat lahan garapan percontohan untuk berbagai jenis tanaman.
  3. Mengikuti berbagai pelatihan peningkatan kapasitas.

Desa Nusantara Menuju Desa Ekologis

Berlimpahnya kekayaan sumber daya alam di desa dipercaya dapat mendukung peningkatan ekonomi masyarakat setempat karena dikelola sesuai kearifan lokal dengan memperhatikan keadaan lingkungan. Keyakinan tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk mencetuskan konsep Desa Ekologi.

Desa ekologi adalah sebuah sistem kelola wilayah pedesaan yang terpadu dan melibatkan seluruh pihak baik dalam proses tata kuasa, kelola, produksi, dan konsumsi tanpa eksploitasi. Maka Desa Ekologi sebagai sebuah pendekatan penting bagi upaya perbaikan pengelolaan desa sebagai pendukung utama pembangunan nasional.

Sumber referensi:

  1. Materi #EcoBloggerSquad Online Gathering
  2. https://www.mongabay.co.id/2016/04/26/desa-ekologi-pembangunan-minim-eksploitasi/ Desa Ekologi, Pembangunan Minim Eksploitasi

When I die, the data live forever ✨ I hope this blog is useful for you and others.