Potensi Bahan Bakar Nabati dalam Mendukung Ketahanan Energi

Bahan Bakar Nabati (BBN) adalah produk yang digunakan oleh beberapa negara untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Apakah benar BBN ramah lingkungan?
bahan bakar nabati adalah

Bumi sudah mengalami perubahan iklim pada saat ini. Beberapa waktu yang lalu hingga kini, kita bisa melihat bencana alam berdatangan dan memakan ribuan korban. Beberapa negara mulai tersadar dan mulai beralih ke energi bersih secara perlahan guna menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.

Bahan Bakar Nabati atau dengan nama lain Biofuel merupakan salah satu produk yang digunakan oleh beberapa negara untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Hal ini dikarenakan seiring sadarnya akan dampak lingkungan akibat bahan bakar fosil. Selain itu, mungkin persediaan fosil yang semakin menipis yang mendorong bahan bakar terbarukan semakin dikembangkan.

Apa itu Bahan Bakar Nabati?

Bahan Bakar Nabati adalah bahan bakar yang berasal dari bahan-bahan organik lain, yang ditataniagakan sebagai Bahan Bakar Lain (Permen ESDM 25 Tahun 2003). Beberapa pendapat juga mendefinisikan Biofuel sebagai sebuah konsep untuk mendekarbonisasi bahan bakar dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui.

Klasifikasi Bahan Bakar Nabati

Klasifikasi Bahan Bakar Nabati

Secara sederhana dan umum, Bahan Bakar Nabati atau Biofuel diklasifikasikan menjadi 3 generasi:

  1. Generasi 1st : Tanaman pangan (Sawit, jagung, tebu, dan lain-lain).
  2. Generasi 2nd : Turunan tanaman pangan atau sampah dari tanaman pangan (tongkol jagung, sekam padi dan lain sebagainya)
  3. Generasi 3rd : Mikroalga, rumput laut, dan sejenisnya.

Jenis-jenis Bahan Bakar Nabati

Jenis-jenis Bahan Bakar Nabati

Dikutip dari laman Apa itu Biofuel? Ayo Telusuri Pemanfaatan Biofuel di Semarang! definisi dari setiap jenis BBN adalah sebagai berikut.

Bioethanol adalah alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi, sebagian besar berasal dari tumbuhan atau tanaman yang mengandung gula atau pati seperti buah-buahan, gandum, jagung, tebu, sorgum manis, singkong, ubi jalar, hingga limbah sayuran dan material lignoselulosa seperti limbah pertanian dan kayu.

Bioethanol merupakan bahan bakar cair yang digunakan sebagai pengganti bensin. Amerika Serikat dan Brazil merupakan negara yang telah memanfaatkan bioethanol yang sudah dicampurkan dengan bensin sebagai bahan bakar untuk kendaraan. Bioethanol adalah biofuel terbarukan yang juga mengandung oksigen (35% oksigen), sehingga memberikan potensi untuk mengurangi emisi mobil.

Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati dan lemak hewan. Contoh dari minyak nabati tersebut yaitu minyak kelapa, minyak kedelai, minyak kelapa sawit, minyak buah jarak, minyak bunga matahari, hingga minyak jelantah.

Biodiesel merupakan bahan bakar cair yang digunakan sebagai pengganti solar. Jepang dan Hawaii merupakan negara yang telah memanfaatkan biodiesel yang berasal dari minyak jelantah. Kalau di Indonesia sih kebanyakan dibuat dari bahan minyak sawit mentah. Kebutuhan yang lebih besar daripada ketersediaan menyebabkan terjadinya perluasan lahan sehingga hutan di Indonesia berkurang secara signifikan. Sedih ya, jika melihat keadaan hutan kita.

Biooil adalah bahan bakar yang terbuat dari bahan nabati khususnya dari bahan berlignoselulosa, seperti serbuk gergaji, sekam padi, jerami, hingga limbah kehutanan. Biooil merupakan bahan bakar cair yang digunakan sebagai pengganti minyak tanah.

Bioavtur adalah bahan bakar pengganti untuk pesawat yang terbuat dari minyak nabati. Bioavtur dapat membantu menurunkan emisi karbon global. Di Indonesia, bahan baku yang cenderung digunakan adalah kelapa sawit.

Biogas adalah bahan bakar yang terbuat dari hasil fermentasi bahan organik dengan bantuan bakteri. Bahan organik tersebut seperti kotoran (hewan atau manusia) atau sisa makanan. Ketika difermentasi, kotoran atau sisa makanan tersebut akan menghasilkan gas. Nah, gas itulah yang disebut dengan biogas.

Biogas merupakan bahan bakar cair yang digunakan sebagai pengganti batu bara. Biogas biasanya dimanfaatkan untuk menghidupkan kompor ataupun listrik. Biogas menghasilkan energi yang lebih besar dan karbon dioksida yang dihasilkan juga lebih sedikit. Biogas jauh lebih bersih daripada batu bara. Ampas biogas atau Bio-slurry memiliki banyak nutrisi sehingga dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Bio-slurry bisa mengikat nutrisi tanah sekaligus menggemburkan tanah yang keras.

Dari beberapa bahan bakar diatas, yang paling sering kita jumpai dan juga sedang dikembangkan oleh pemerintah, yaitu biodiesel. Oleh karena itu, kali ini aku akan fokus pada bahan bakar biodiesel untuk pembahasan selanjutnya.

Sejarah Singkat Bahan Bakar Nabati (Biodiesel) di Indonesia

Salah satu jenis bahan bakar nabati (biofuel) yang digunakan di Indonesia adalah Biodiesel. Nama lain dari Biodiesel adalah biosolar. Sebenarnya Biodiesel sendiri sudah mulai dikembangkan oleh peneliti dari berbagai negara saat isu krisis energi tak terbarukan, tepatnya pada tahun 70-an.

Beberapa institusi yang mengawali kajian tentang Biodiesel dari berbagai jenis bahan baku adalah ITB, LEMIGAS, BPPT, Pusat Penelitian Kelapa Sawit atau PPKS, dan juga Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI). Penelitian tentang pengembangan Biodiesel di Indonesia yang dilakukan oleh institusi tersebut telah dimulai sejak tahun 1990-an.

Tahun 2005 merupakan titik krusial dan bisa dianggap sebagai titik balik pertama perjuangan Biodiesel. Tepatnya disaat harga BBM melonjak drastis hingga USD148/barel, yang sebelumnya hanya USD60/barel. Dengan begitu pemerintah harus putar otak menyelamatkan devisa, salah satunya dengan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif.

Biodiesel sendiri lahir karena adanya gagasan Presiden SBY dengan mengundang seluruh kabinet untuk bersama mendiskusikan bahan bakar alternatif demi kemandirian bangsa Indonesia. Tidak lama kemudian, setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 5 Thn 2006 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Thn 2006, semakin memacu pengembangan riset Biodiesel.

Harapan mulai muncul ketika Pertamina mulai inten memanfaatkan Biodiesel ditahun 2006. Setelah sebelumnya melalui berbagai uji coba, tiba saatnya biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar yang layak.

Biodiesel: Keamanan Energi atau Komitmen Iklim?

Dulu, Indonesia dikenal sebagai negara yang memproduksi minyak bumi dengan jumlah yang sangat banyak. Namun, ada penurunan produksi minyak bumi yang menyebabkan Indonesia menjadi negara net importer. Dimana artinya, Indonesia telah mengimpor melebihi batas yang Indonesia bisa ekspor.

Karena Indonesia menjadi negara net importer, maka ada kekhawatiran kalau naik turunnya harga minyak bumi nasional akan berpengaruh terhadap kestabilan harga di dalam negeri. Oleh karena itu, Menteri SDM dan pemerintah mencanangkan kebijakan BBN sebagai strategi mengamankan energi nasional ketika harga minyak dunia naik.

Pada tahun 2016, kebijakan BBN muncul dalam dokumen NDC pertama Indonesia. Dokumen NDC merupakan dokumen komitmen iklim yang dideklarasikan oleh negara untuk ikut serta dalam penurunan emisi global. Nah, kedudukan BBN dianggap menjadi salah satu strategi untuk menurunkan emisi global di Indonesia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Biodiesel (Bahan Bakar Nabati) di Indonesia dikembangkan guna menjaga keamanan energi sekaligus sebagai komitmen iklim. Dengan kata lain, terdapat potensi Bahan Bakar Nabati dalam mendukung ketahanan energi.

Apakah Biodiesel Ramah Lingkungan?

Keselarasan Bahan Bakar Nabati (BNN) dengan komitmen iklim tidak hanya dilihat dari apakah Bahan Bakar Nabati dalam penggunaannya menghasilkan lebih banyak atau sedikit emisi. Deforestasi sebagai dampak dari pengembangan BBN juga harus diperhatikan dalam menganalisis apakah kebijakan BBN sejalan dengan komitmen iklim Indonesia.

Nah, sebelum kita masuk lebih jauh, dibawah ini merupakan profil gas rumah kaca di Indonesia. Jika kita lihat dari tahun ke tahun, penyumbang gas rumah kaca di Indonesia adalah sektor Folu atau nama lainnya sektor lahan. Penyebab utamanya adalah deforestasi, kebakaran hutan, alih fungsi lahan, dan sebagainya.

Apakah Bahan Bakar Biodiesel Ramah Lingkungan?

Uni Eropa menganggap bahwa Biodiesel yang terbuat dari kelapa sawit dalam praktiknya memproduksi tiga kali lipat GRK. Hal ini dikarenakan deforestasi dan kerusakan lahan gambut (Keating, 2018). Hal itu terjadi untuk memenuhi kebutuhan kelapa sawit sebagai bahan baku utama Biodiesel di Indonesia.

Untuk itu, ada 3 prasyarat dari Madani Berkelanjutan jika ingin menjadikan BBN ramah lingkungan dan sebagai komitmen di Indonesia.

  1. Difersivikasi feedstock
  2. Peningkatan ketelusuran feedstock
  3. Peningkatan produktivitas feedstock

Pekebun Sawit Mandiri Perlu Menjadi Bagian dari Rantai Pasok Biodiesel

Sebenarnya Biodiesel efektif menjadi momentum perbaikan rantai pasok. Namun, saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah. Sehingga, rantai pasok Tandan Buah Segar (TBS) dari petani ke pabrik kelapa sawit masih panjang. Padahal 40% pekebun sawit itu milik petani swadaya, tapi mereka belum menerima manfaat maksimal.

Jika saja petani secara resmi masuk kedalam rantai pasok biodiesel, hal tersebut bisa menjadi penyemangat petani guna meningkatkan produktivitas lahan mereka. Sehingga bisa mengurangi resiko deforestasi.

Pemanfaatan Minyak Jelantah di Indonesia

Hanya kurang dari 18,5% sisa konsumsi minyak goreng yang dapat dikumpulkan sebagai bahan baku minyak jelantah. Dari sekitar 3 Juta KL minyak jelantah, hanya kurang dari 570 ribu KL yang dimanfaatkan sebagai Biodiesel maupun untuk kebutuhan lainnya. Sebagian besar digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor.

Pemanfaatan Minyak Jelantah di Indonesia
Sumber:


Lawareaders adalah nama panggilan untuk pembaca situs Kamelawar.

When I die, the data live forever ✨ I hope this blog is useful for you and others.